Situs Bersejarah di Desa Patti

Desa Patti

Desa Patti merupakan salah satu desa tertua di Pulau Moa yang terbentuk pada tahun 1200-an yang diawali dengan adanya tiga negeri adat, yaitu Negeri Gerwelsa, Negeri Patti, dan Negeri Rokseli. Para penduduk ketiga negeri tersebut merupakan pendatang dari Pulau Damer dan Pulau Kisar. Di setiap negeri terdapat pohon ara yang berfungsi sebagai pusat dari negeri yang dipercayai sebagai pelindung. Biasanya, pohon ara dijadikan sebagai tempat persidangan, dan musyawarah seperti denda adat dan perkawinan adat.

Dahulu, pernah terjadi konflik antara Negeri Gerwelsa dengan Negeri Rokseli yang disebabkan adanya kesalahpahaman atas pembunuhan ternak kerbau. Konflik tersebut memakan banyak korban jiwa. Ditambah lagi terdapat wabah penyakit sampar yang menyebabkan jumlah manusia berkurang drastis. Oleh karena itu, pada tahun 1800, Negeri Gerwelsa, Negeri Patti, dan Negeri Rokseli memutuskan untuk bergabung menjadi satu desa menjadi Desa Patti yang ada sampai sekarang.

Sebagai desa bekas jajahan bangsa Portugis, Belanda, dan Jepang, Desa Patti menjadi kaya akan sejarah. Kolonialisme di Pulau Moa meninggalkan situs-situs bersejarah seperti Benteng de Haan, Gereja Tua Patti, dan prasasti VOC yang didirikan di bawah pohon ara.

Benteng de Haan

Datangnya bangsa Eropa ke Pulau Moa bermaksud untuk mencari bahan pangan dan hasil bumi seperti rempah-rempah, madu hutan, kayu jati, serta hasil laut berupa lola dan teripang. Namun di samping itu, tentunya bangsa Eropa memiliki keinginan untuk menguasai Desa Patti, sehingga dibuatlah benteng pertahanan oleh bangsa Portugis sebagai bangsa pertama yang menjajah Pulau Moa. Benteng tersebut bernama Benteng de Haan, yang berarti ayam jantan. Benteng tersebut terletak di dekat Pantai de Haan agar dekat dengan tempat bersandarnya kapal-kapal yang digunakan sebagai alat transportasi utama. Batu kapur yang banyak ditemukan di Desa Patti, menjadi bahan utama dalam pembuatan tembok Benteng dengan cara mencampurkan putih telur sebagai bahan perekatnya. Tembok tersebut memiliki ketebalan sekitar 30-40 cm. Usianya yang sudah berabad-abad membuat tembok Benteng de Haan mulai hancur, sehingga kini hanya terdapat sisa-sisa puingnya saja, meliputi bangunan utama yang berfungsi sebagai pemukiman dan sel tikus yang berfungsi sebagai penjara.

Gereja Tua Patti

Gereja Tua Patti merupakan gereja tertua di Desa Patti, dan bahkan menjadi salah satu yang tertua di Asia Tenggara sebagai peninggalan Portugis dan Belanda di Indonesia. Gereja ini awalnya dibangun oleh Portugis pada tahun 1625 setelah mulai dibangunnya Benteng de Haan yang letaknya tepat di sebelah barat benteng, dan dilanjutkan oleh Belanda ketika bangsa Belanda menjajah Pulau Moa. Tujuan dibangunnya Gereja Tua Patti ini adalah untuk menyebarkan Injil di Pulau Moa. Situs bersejarah tersebut, dibangun menggunakan material yang sama dengan Benteng de Haan, yaitu campuran dari batu kapur dan putih telur dengan ketebalan tembok sebesar 1 meter. Setiap Hari Natal, tembok gereja dilebur menggunakan kapur untuk memperkuat dan membuatnya menjadi putih. 

Hal unik lainnya, gereja ini memiliki atap yang terbuat dari anyaman daun kelapa serta terdapat 12 tiang dan jendela yang menyimbolkan keduabelas murid Yesus. Pada tahun 1741, gereja ini selesai dibangun dan ditandai dengan adanya ambang putih berbentuk segitiga di pintu masuk gereja yang bermaksud mengarahkan orang-orang untuk menyembah Tuhan. Di dalam Gereja Tua Patti terdapat sebuah makam pendeta Belanda bernama Tuan Domers yang letaknya di bawah lantai altar gereja. Gereja Tua Patti ini diserahkan oleh Belanda kepada masyarakat Pulau Moa pada tahun 1906 melalui surat penyerahan dan pernah direnovasi pada tahun 1969 untuk memperbaiki atap gereja yang rusak akibat angin topan, sekaligus memperbaiki lantai yang telah rusak. Gereja ini masih digunakan sampai sekarang, namun hanya pada acara tertentu, seperti pada Hari Natal.

Prasasti VOC

Sebagai bukti bahwa kolonialisme pernah terjadi di Desa Patti, Belanda membangun prasasti VOC berbentuk tugu yang terbuat dari batu kapur yang dibakar. Terdapat tiga Prasasti VOC di Desa Patti yang terletak di setiap negeri, yaitu di Negeri Gerwelsa, Negeri Patti, dan Negeri Rokseli. Namun, saat ini hanya tersisa dua prasasti VOC yang terletak di Negeri Gerwelsa dan Negeri Rokseli. Prasasti VOC yang dibangun oleh Belanda, sengaja di letakkan di bawah pohon ara yang konon sudah berumur ratusan tahun. Peletakan Prasasti VOC di bawah pohon ara bukan tanpa tujuan. Hal tersebut dikarenakan pohon ara merupakan pusat negeri dan menjadi tempat berkumpulnya masyarakat.

Call to Action

Ketiga situs sejarah yang terdapat di Desa Patti, yaitu Benteng de Haan, Gereja Tua Patti, dan Prasasti VOC dapat menjadi daya tarik wisata yang potensial. Wisatawan akan tertarik untuk mengetahui sejarah dibalik situs sejarah yang ada di Desa Patti. Dengan begitu wisatawan akan mendapatkan wawasan baru dan serjarah mengenai situs-situs tersebut juga tidak terlupakan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *